Minggu, 26 Mei 2013

softskill bab 1



Tugas Softskill

https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRyk8AmklzaYL4mZ2npKgxpV5UBijD6wD43LdGESogRJRhexLzf


Nama   : Alfian Maulana Abdillah
NPM     : 10211579
Kelas    : 2 EA 27



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.





                                                                                                                        Bekasi, Mei 2013




                                                                                                                        Penyusun


                                                                                                                       


Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………………            i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….                        ii
Bab 1. Pendahuluan
            1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………    1
            1.2. Definisi Dari Demokrasi………………………………………………………………………………    2
            1.3. Identifikasi Masalah…………………………………………………………………………………..     3
            1.4. Tujuan……………………………………………………………………………………………………….      3
Bab 2. Pembahasan
            2.1. Budaya Demokrasi…………………………………………………………………………………….      4
            2.2. Definisi Masyarakat Madani………………………………………………………………….….      7
            2.3. Ciri Ciri Masyarakat Madani……………………………………………………………….…….     8
            2.4. Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani………………………..…………     9
            2.5. Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Sejak Orde Lama……………….…………..      9
Bab 3. Penutup
            3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………….      20
            3.2. Referensi…………………………………………………………………………………………………..      20

Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
( Civil Society )
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan kratos atau kratein yang dapat diartikan sebagai pemerintahan berada di tangan rakyat. Secara harfiah, demokrasi berarti pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut kamus, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh wakil-wakilnya yang dipilih melalui pemilihan umum yang bebas. Demokrasi dapat disebut juga sebagai pelembagaan dari suatu kebebasan (institutionalization of freedom).
Berbicara tentang pengertian demokrasi, ada beberapa pendapat yang dapat kita jadikan acuan agar kita mudah memahaminya. Pendapat-pendapat tersebut antara lainnya dikemukakan oleh para tokoh seperti berikut.
    1. Kranenburg berpendapat bahwa demokrasi terbentuk dari dua pokok kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu Demos (rakyat) dan Kratein (memerinyah) yang maknanya adalah “ cara memerintah oleh rakyat”.
    2. Prof. Mr. Koentjoro Poerbobranoto. Berpendapat demokrasi adalah suatu Negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Maksudnya, suatu system dimana suatu Negara diikutsertakan dalampemerintahan Negara.
    3. Abraham Lincoln. Berpendapat bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Democracy is government oh the people, by the people, and for the people).
Berdasarkan pendapat dari tokoh-tokoh diatas, maka dapat diambil satu kesimpulan tentang pengertian demokrasi seperti berikut. Demokrasi adalah suatu paham yang menegaskan bahwa pemerintahan suatu Negara di pegang oleh rakyat, karena pemerintahan tersebut pada hakikatnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. System pemerintahan demokrasi adalah demokrasi langsung.Pelaksana demokrasi itu disebut demokrasi langsung (direct democracy).
Dalam masa sekarang ini, di mana penduduk Negara berjumlah ratusan ribu bahkan jutaan orang. Demokrasi langsung tidak mungkin dilaksanakan, sehingga dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat. Anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum yang rahasia, bebas, jujur, dan adil. Oleh karena itu, demokrasi seperti ini disebut demokrasi perwakilan (representative democracy).
Inti pemerintahan demokrasi kekuasaan memerintah yang dimiliki oleh rakyat. Kemudian diwujudkan dalm ikut seta menentukan arah perkembangan dan cara mencapai tujuan serta gerak poloitik Negara. Keikut sertaannya tersebut tentu saja dalam batas-batas ditentukan dalamperaturan perundang-undangan atau hokum yang berlaku. Salah satu hak dalam hubungannya dengan Negara adalah hak politik rakyat dalam partisipasi aktif untuk dengan bebas berorganisasi, berkumpul, dan menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan. Kebebasan tersebut dapat berbentuk dukungan ataupun tuntutan terhadap kebijakan yang diambil atau diputuskan oleh pejabat negara.
Demokrasi pada masa kini antara lain menyangkut hak memilih dan hak untuk dipilih, menyangkut pula adanya pengakuan terhadap kesetraan diantara warga negara, kebebasan warga negara untuk melakukan partisipasi politik, kebebasan untuk memperoleh berbagai sumber informasi dan komunikasi, serta kebebasan utuk menyuarakan ekspresi baik memlalui organisasi, potensi, seni, serta kebudayaan, dan efektif dan lestari tanpa adanya budaya yang memawarnai pengorganisasian bebagai elemen politik seperti partai politik, lembaga-lembaga pemerintahan maupun organisasi kemasyarakatan. Demokrasi memerlukan partisipasi rakyat dan deokrasi yang kuat bersumber pada kehendak rakyat serta bertujuan untuk mencapai kemasalahatan bersama, itukah pengertian demokrasi

1.2. Definisi dari Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).[1] Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",[2] yang dibentuk dari kata δμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.[3] Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat).[4] Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".[5] Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.[6] Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.[7]
Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka.[5] Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari.[5] Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja.[8] Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu.[9] [8]
Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.[10] Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan.[11] Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.

1.3. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah sebagai berikut :
a.      Pengertian Demokrasi
b.      Proses Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
c.       Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia


1.4. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui apa itu demokrasi dan bagaimana sejarah terbentuknya atau berdirinya Negara demokrasi di Indonesia.




Bab II
Pembahasan

2.1. Budaya Demokrasi
Indicator berkembangnya budaya demokrasi adalah sebagai berikut:
Pertisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara. Dalam budaya demokrasi, setiap warga berhak ikut menentukan kebijakan public seperti penentuan anggaran, peraturan-perauran dan kebijakan-kebijakan public. Namuk oleh karena secara praktis tidak mungkin melibatkan seluruh warga suatu Negara terlibat dalam pengambilan keputusan (sebagaimana halnya pada zaman Ynani Kuno), maka digunakan prosedur pemilihan wakil. Para warga Negara memilih wakil-wakil mereka di pemerintahan.
Para wakil inilah yang diserahi mandar untuk mengelolah masa depan bersama warga Negara melalui berbagai kebijaka dan peraturan perundang-undangan. Pemerintah demokrasi diberi kewenangan membuat kepuusan melalui mandar yang diperoleh lewat pemilihan umum.
Pemilu yang teratus (regular) memungkinkan partai-partai turut bersaing dan mengumumkan kebijakan-kebijakan alternative mereka agar didukung masyarakat. Selanjutnya warga Negara, melalui hak memilihnya yang priodik, dapat terus menjaga agar pemerintahanya bertanggung jawab kepada masyarakat. Dan jika pertanggungjawaban itu tidak diberikan, maka warga Negara dapat mengganti pemerintahan melalui mekanisme demokrasi yang tersedia. Hal itu sesuai dengan definisi demokrasi sebagai mana dikemukakan oleh Abraham Lincoln. Ia mengatakan, demokrasi adalah “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.
Pertanyaan berikutnya dalah : pemilu yang bagaimana? Ketika partai-partai komunis berkuasa dieropa timur (1947-1949), pemilihan umum dilaksanakan secara berkala. Para pemilih dijinkan untuk mengambil bagian dalam pemungutan suara rahasia yang untuk memilih anggota majlis local dan nasional. Di beberapa negarra, para calon majlis bahkan mewakili bebagai macam partai politik. Apakah Negara-negara ini, yangmenyebut dirinya “ demokrasi rakyat”, benar-benar demokrasi? Jawabannya adalah tidak. Negara-negara komunis initelah menyebut sebuah system demokrasi, namun menolak untuk mengakui unsur-unsur lain yang diperlukan agar system itu berjalan secara demokrasi, di antaranya adanya pemilihan umum yang bebas. Pertama-pertama pemilu harus jujur. Pemilihan harus menawarkan kepada para pemilih yang nyata di antarapartai-partai yang menawarkan program-program yang berbeda. Pemilihan harus diawasi oleh petugas yang resmi dan tidak memiliki kepentingan pribadi, yang dapat dipercaya untuk menjamin bahwa tidak seorang pun memebrika suara lebih dari satu kali dan bahwa suara-suara di hitung secara jujur dan akurat ini jarang terjadi di Negara-negara komunis Eropa timurtempo dulu, dan tidak selalu otomatis diperaktekkan bahkan di Negara-negara barat yang lebih maju.
Akan tetapi, partisipasi rakyat tidak hanya berupa partisipasi dalam mekanisme lima tahunan (pemilu) itu saja. Partisipasi tidak indetik dengan memilih dan dipilih dan dipilih pemilu. Khusus bai rakyat yang dipilih, mereka berhak dan bertanggungjawab menyuarakan aspirasi atau keritik kapan saja terhadap para wakil dan pemerintahan lazim disebut gerakan ekstraparloementer. Hal ini mengingatkan kenyatan bahwa baik pemerintah maupun wakil rakyat yang mereka pilih bias saja membuat kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi mereka. Dalam hal kebijakan yang tidak memihak aspirasi rakyat, misalkanan para wakir sering diam saja. Atau malah kongkalikong dengan pemerintaha. Untuk itu, masyarakat tetap harus tetap mengawasi mereka dan tidak hanya tunggu saat pemilu. Inilah yang juga disebut demokrasi parstipatoris.
Kebebasan. Unsure kedua dan bahkan lebih mendasar adalah kebebasan yaitu kebebasan berekpresi, berkumpul, berserikat, dan media (Koran, radio, TV) kebebasan memungkinkan demokrasi berfungsi. Kebebasan memberikan boksigen agar demokrasi bias bernafas kebebasan berekpresi dan memungkinkan segala masalah bias diperdebatkan, memungkikan pemerintahdikritik, dan memungkikan adanya pilihan-pilihan lain. Kebebasan berkumpul memungkinkan rakyat berkumpul untuk melakukan diskusi. Kebebasan berserikat memungkinkan orang-orang untuk bergabung dalam suatu partai atau kelompok penekan untuk mewujudkan pandangan atau cita-cita politik mereka. Ketiga kebebasanini memungkinkan rakyat mengambil bagian dalam proses demokrasi.
Media yang bebas ( artinya, media tidak dikembalikan oleh penguasa) membantu rakyat mendapatkan informasi yang diperlukan untuk membuat pilihan mereka sendiri. Tanpa media yang bebas dan tanpa kebebasan berekpresi yang lebih luas (melalui percakapan, buku-buku, filem-filem, dan bahakan poster-poster dinding), sering kali sulit bagi rakyat untuk mengetahui apa yang sesungguhnya sedang terjadi, dan bahkan lebih sulit lagi untuk membuat keputusan yang berbobot mengenai apa yanag harus mereka pilih demi mencapai suatu mesyarakat yang mereka inginkan.
Supremasi hukum (daulat hukum). Unsur penting lainnya, yang seringkali dianggap sudah semestinya ada di Negara-negara yang tradisi demokrasinya sudah lama, adalah supremasi hukum (rule of law).tidak ada gunanya pemerintah membiarkan semua kebebasan yang disebut di atas bertumbuh apabila pemerintah menginjak-injaknya. Pengalaman banyak Negara menunjukan banyak pengerintik dijebloskan kedalam penjara, banyak demonstran yang menentang kebijakan pemerintah dibubarkan dengan cara kekerasan, dan bahkan banyak di antara mereka ditembak mati secara diam-diam oleh agen-agen Negara.
Pengakuan akan kesamaan warga Negara. Dalam demokrasi, semua warga Negara diandaiakan memiliki hak-hak politik yang sama; jumlah suara yang sama, hak pilih yang sama, akses atau kesempatan yang sama untuk medapatkan ilmu pengetahuan. Tidak seorang pun mempunyai mempunyai pengaruh lebih besar dari orang lain dalam proses pembuatan kebijakan. Kesamaan disini juga termasuk kesamaan di depan hokum; dari rakyat jelata sampai pejabat tinggi, semuanya sama dihadapan hukum. Berikut penjelasannya:
Di bidang ekonomi : setiap individu memiliki hak yang sama untuk melakukan usaha ekonomi ( berdagang, bertani, berkebun, menjual jasa, dan sebagainya) untuk memenuhi dan meningkatkan taraf hidup.
Dibidang budaya budaya : setiap individu mempunyai kesaman dalam mengembangkan seni, misalnya berkreasi dalam seni tari, seni lukis, seni musik, seni pahar, seni bangunan (arsitektur), dan sebagainya.
Dalam bidang politik : setiap orang memiliki hak politik yang sama, yakni setiap individu berhak secara bebas memiliki, menjadi anggota salah satu partai politikbaru sesuai perundang-undangan yang berlaku. Juga memiliki hak dalam pengambilan keputusan baik dalam lingkup keluarga atau masyarakat melalui mekanisme yang disepakati dengan dengan tidak membedakan setatus, kedudukan, jenis kelamin, agama, dan sebagainya.
Dalam bidang hokum : setiap individu memiliki kedudukan yang sama, yakni berhak untuk mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara di depan pengadilan.
Di bidang pertahanan dan keamanan : setiap individu mempunya hak dan kewajiban yang sama dalam pembelaan Negara
Pengakuan akan supremasi sipil atau militer. Budaya demokrasi juga mensyaratkan supremasi sipil atau militer (sipil mengatur militer).
Indikator yang telah dijelaskan di atas dapat mengungkapkan bagaimana budaya demokrasi yang berkembang di masyarakat petani salak. Jaminan hak asasi manusia serta partisipasi rakyat dalam mengolah, memproses dan menjual salak merupakan implementasi bagaimana budaya demokrasi berkembang di masyarakat petani salak.



2.2. Definisi Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan negara. Dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara serta keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
Konsep masyarakat madani merupakan penerjemahan dari civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada acara Festifal Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukannya hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju.
Masyarakat madani (civil society) sering disebut masyarakat warga, masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, beradab, atau masyarakat berbudaya. Istilah civil society berasal dari bahasa latin, yaitu civitas dei artinya kota Ilahi. Asal kata civil adalah civilization yang artinya peradaban. Civil society secara sederhana dapat diartikan sebagai masyarakat beradab. Masyarakat madani didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting). Kemandirian tinggi terjadi jika berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Menurut Anwar Ibrahim masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan kestabilan masyarakat.
Masyarakat madani secara etimologis memiliki dua arti. Pertama, masyarakat kota karena madani adalah turunan dari kata dalam bahasa Arab, madinah yang berarti kota. Kedua, masyarakat peradaban yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai civility atau civilization. Istilah masyarakat madani yang merupakan terjemahan dari civil society, apabila ditelusuri berasal dari proses sejarah masyarakat barat. Akar perkembangannya dapat dirunut mulai Cicero. Cicero adalah seseorang yang mulai menggunakan istilah societes civilis dalam filsafat politiknya.
Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius. Dalam kaitannya pembentukan masyarakat madani di Indonesia, maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi mass media secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memiliki pengertian kesejagatan, mampu dan mau silih asah-asih-asuh antara sejawat, memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa mendatang dan sebagainya.
2.3. Ciri-ciri masyarakat madani
Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :
  1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
  2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi :
·         Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
·         Pers yang bebas
·         Supremasi hokum
·         Perguruan Tinggi
·         Partai politik
  1. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
  2. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
  3. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
  4. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
  5. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

2.4. Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani ( Civil Society )

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai makna proses demokratisasi dan civil society, dapat dijelaskan bahwa pada hakikatnya demokrasi dapat mendorong Negara dalam mencapai civil society (masyarakat madani). Indonesia yang juga menganut demokrasi memiliki keinginan untuk mencapai hal tersebut dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dilakukan sekarang adalah dengan digulirkan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan nyata daerah dan sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang di daeeahnya. Namun, untuk pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia terdapat beberapa kewenangan yang masih merupakan kewenangan pusat, salah satunya adalah masalah yang berkaitan dengan hubungan luar negeri.
Dengan kata lain, otonomi di hbungkan dengan civil society di Indonesia merupakan kemandirian dalam melakukan kegiatan. Kemandirian tersebut, termasuk kemandirian dalam bidang politik dan organisasi social politik ( orsospol ), seperti partai partai politik, organisasi massa ( ormas ), kelompok kepentingan, maupun kelompok penekanan dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum, dan sesuai dengan peraturan perundangn – undangan Negara Indonesia. Dalam mewujudkan civil society Negara memiliki kedudukan sebagai fasilitator. Artinya, Negara dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat memberikan hak – hak daerahnya dan melindungi hak – hak daerahnya.


2.5. pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak orde lama, orde baru, dan reformasi

Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang. Namun, sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi. Secara formal, periode perkembangan ketatanegaraan dapat di rinci sebagai berikut.
1.      Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 agustus 1949)
2.      Periode berlakunya konstitusi RIS 1949 (27 desember 1949-17 agustus 1950)
3.      Periode berlakunya kembali UUD 1945 (5 juli 1959-sekarang) pada periode ini terbagi menjadi beberapa perioe sebagai berikut :
a.      Periode Orde Lama (5juli 1959-11 maret 1966)
b.      Periode Orde Baru (11 maret 1966-1998)
c.       Periode reformasi (21 mei 1998-sekarang)
Untuk lebih jelasnya, masing – masing periode akan diuraikan sebagai berikut :

        I.            Periode UUD 1945
Bentuk Negara republic Indonesia pada kurun waktu 18 tahun agustus 1945 sampai 27 desember 1949 adalah negara kesatuan. Landasan yuridis Negara kesatuan Indonesia, antara lainsebagai berikut :
a)      Pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang berbunyi “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …” Hal tersebut menunjukan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia.
b)      Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945yang berbunyi “…negara Indonesia ialah Negara yang berbentuk republic.” Kata “kesatuan” dalam pasal tersebut menunjukan bebntuk Negara, sedangkan “republic” menunjukan bentuk pemerintah.

Undang undang dasar 1945 tidak menganut teori pemisahan kekuasaan secara murni seperti diajarkan Mntesquieu dalam ajaran trias politik. UUD 1945 lebih menganut prinsip pembgian kekuasaan. Dalam perinsip pembagiaan kekuasaan antara lembaga yang satu dengan yang lainnya masih dimungkinkan adanya kerja sama dalam menjalankan tugas tugasnya. Menurut UUD 1945, kekuasaan kekuasaan dalam Negara dikelola oleh 4 lembaga yaitu sebagai berikut:
·         Legislative, yang dijalankan oleh DPR
·         Eksekutif, yang dijalankan oleh Presiden
·         Eksaminatif (mengevaluasi), kekuasaan insfektif (mengontrol) atau kekuasaan auditatif yang dialankan oleh BPK
·         Yudikatif yang dijalankan oleh Mahkamah Agung

Pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18 agustus 1945 sampai dengan 17 desember 1945 belum berjalan sebagai mana mestinya. Hal ini disebabkan belum terbentuknya lembaga lembaga Negara seperti yang dikehendaki UUD 1945. Pada kurun waktu tersebut, di Indonesia hanya ada presiden, wakil presiden, menteri menteri serta komite nasional Indonesia (KNIP). Oleh karena itu, sejak 18 agustus1945 sampai dengan 16 oktober 1945 segala kekuasaan (eksekutif,legislative dan yudikatif) dijalankan oleh satu badan atau lembaga, yaitu presiden dibantu oleh KNIP. Namun, setelah munculnya maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 oktober 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislative dijalan kan oleh KNIP dan kekuasaan kekuasaan lainnyamasih tetap di pegang presiden sampai tanggal 14 november 1945. Dengan keluarnya maklumat pemerintah tanggal 4 november 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ketangan perdana menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya system pemerintah parlementer.

      II.            Periode Konstitusi republic Indonesia serikat (RIS)
Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1. Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3. Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.
Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran. Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hokum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di
Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa
berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”.
Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Bagaimana pendapatmu, apakah system Parlementer cocok diterapkan di Indonesia?
Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga Negara menurut
Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung

    III.            Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 juli 1959)
Sistem politik pada periode ini, Indonesia menggunakan UUDS RI 1950, yang merupakan perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan piagam persetujuan antara pemerintah RIS dengan pemerintah RI (Yogyakarta) pada tanggal 19 Mei 1950.
v  Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan Pasal 1 UUDS RI 1950 menyatakan:
·         RI yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan,
·         kedaulatan RI adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama DPR.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 tersebut, negara Indonesia berbentuk kesatuan, artinya di dalam negara Indonesia tidak ada negara-negara bagian dan hanya mengenal satu pemerintah yakni pemerintah pusat. Kepada daerah diberikan otonomi seluas-luasnya oleh pemerintah pusat untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian, negara RI adalah negara kesatuan yang menggunakan sistem desentralisasi. Dalam pasal itu pula ditegaskan bentuk pemerintahan republik.

v  Sistem Pemerintahan
Alat-alat perlengkapan negara yakni presiden, menteri-menteri, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan. Sistem pemerintahan yang dianut oleh UUDS 1950 adalah parlementer dengan menggunakan Kabinet Parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Para menteri bertanggung jawab kepada DPR (parlemen). Presiden tidak dapat diganggu gugat artinya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Pada saat mulai berlakunya UUDS 1950 badan legislatif yang ada adalah DPR sementara yang terdiri dari gabungan DPR RIS ditambah dengan anggota dan ketua BPKNIP ditambah dengan anggota atas penunjukan presiden. Pemilu yang pertama kali di Indonesia diselenggarakan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1953. Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR. Dalam melaksanakan tugasnya, DPR mempunyai hak bertanya, hak interpelasi, hak angket, hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Hak interpelasi adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah. Apabila keterangan pemerintah tidak memuaskan DPR, maka DPR akan mengajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah yang dapat mengakibatkan jatuhnya kabinet, sehingga kabinet harus menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden. Pada periode ini sering terjadi pergantian kabinet, sehingga program pembangunan terhambat dan pemerintahan tidak stabil. Pemilu yang berlangsung pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan untuk memilih anggota Konstituante yang bertugas membuat UUD untuk menggantikan UUDS. Kekuasaan kehakiman dipegang oleh MA sebagai pengadilan negara tertinggi, yang dapat memberi kasasi terhadap putusan pengadilan di bawahnya.



v  Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pada akhirnya aspirasi politik di dalam Keanggotaan Badan Konstituante yang dipilih dalam pemilu 1955 terbagi dalam dua kelompok, yakni golongan nasionalis dan golongan agama. Karena perbedaan di antara mereka tidak dapat diatasi, Presiden Soekarno mengajukan usul dalam sidang Konstituante untuk kembali ke UUD 1945. Sesudah ada pembicaraan, kedua belah pihak dapat menerima. Akan tetapi golongan agama ingin menerima UUD 1945 dengan amandemen, yaitu bahwa rumusan Piagam Jakarta dicantumkan di dalamnya, sedangkan golongan nasionalis menerimanya tanpa amandemen. Setelah diadakan pemungutan suara, hasilnya tidak seperti yang ditentukan dalam UUDS 1950, bahkan Badan Konstituante tidak melanjutkan sidang-sidangnya. Untuk menyelamatkan negara, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit itu berisi antara lain:
·         Pembubaran Konstituante
·         Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
·         Pembentukan MPR Sementara dan DPA Sementara.
Dengan adanya dekrit inilah yang kemudian menjadi sumber hukum dan penyelenggaraan pemerintahan.

   IV.            Periode demokrasi terpimpin (5 juli 1959-1965)
Pada masa ini, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit yang dinamakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dikeluarkannya dekrit tersebut disebabkan karena ketidakmampuan konstituante untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun demikian di dalam praktik ketatanegaraannya dalam sistem Demokrasi Terpimpin ini tidak dilaksanakan secara konsekuen, bahkan justru sebaliknya, karena di dalam praktiknya sangat jauh dan menyimpang dari arti yang sebenarnya, realisasinya justru yang memimpin demokrasi ini bukan Pancasila tetapi dipimpin oleh Presiden Soekarno. Akibatnya demokrasi yang dijalankan tidak lagi berdasarkan keinginan luhur bangsa Indonesia dengan menggunakan Pancasila sebagai pedomannya, akan tetapi didasarkan kepada keinginan-keinginan atau ambisi-ambisi politik Presiden Soekarno.
Sebelum mempelajari kegiatan belajar berikutnya peserta didik diharapkan mempelajari demokrasi terpimpin.

     V.            Demokrasi pancasila ( orde baru 1966-1998 )
Demokrasi pancasila dimulai dari orde baru yang dicikal bakali oleh salah satu kejadian sejarah penting yaitu super semar yang merupakan surat dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil tindakan kepemerintahan Negara Republik Indonesia, dengan salah satu tugasnya mengbubarkan PKI dengan ormas-ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Yang akhirnya memberi gelar kepada Soeharto sebagai pahlawan revolusi dan mempermudah jalannya menjadi Presiden Indonesia setelah ditunjuk oleh A. H. Nasution tanggal 12 Maret 1967 pada sidang istemewa MPRS, setahun kemudian.

Awal pelaksanaan sistem demokrasi pancasila dilakukan sebuah penyederhanaan sistem kepartaian. Kemudian muncul lah kekuatan yang dominan yaitu golongan karya (Golkar) dan ABRI. Pemilu berjalan secara periodik sesuai dengan mekanisme, meskipun di sana-sini masih banyak kekurangan dan masih diwarnai adanya intrik-intrik politik tertentu.

Soeharto dilantik secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pelantikannya secara berturut-turut tidak lepas dari kebijakan represifnya yang menekan rakyat agar memilih Partai Golongan Karya yang berkuasa ketika itu, ketimbang memilih partai oposisi seperti Partai Demokrasi Indonesia atau Partai Persatuan Pembangunan. Fakta membuktikan bahwa paling kurang 80% rakyat Indonesia dalam tiap pemilu selalu mencoblos Partai Golongan Karya. Barangsiapa yang ketahuan memilih kedua partai itu akan dipecat dari pekerjaannya, dipenjarakan, atau bahkan yang paling buruk akan dihilangkan secara paksa demi kelanggengan kekuasaan Cendana.

Kemenangan Golkar pada pemilu tahun 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, karena Golkar sangat dominan, sementara partai-partai lain berada di bawah kontrol pemerintah. Kemenangan Golkar ini mengantarkan Golkar menjadi partai hegemoni yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim orde baru untuk mendominasi semua proses sosial dan politik.

Partai politik dan media massa pada mulanya diberi kebebasan untuk melancarkan kritik dengan mengungkapkan realita dalam masyarakat. Sejalan akan makna demokrasi pancasila sebagai sistem pemerintahan yang mengacu pada suatu pemerintahan dari rakyat yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, dan mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Namun sejak dibentuknya format yang baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring masyarakat Indonesia ke arah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pengisian seperti anggota MPR dan seperlima anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung oleh Presiden tanpa melalui Pemilu. Hal ini dimaksudkan agar terjadi stabilitas politik yang pada gilirannya akan menciptakan stabilitas keamanan sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi yang tidak ditangani secara serius pada masa demokrasi terpimpin.

Selama orde baru, pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, lembaga perwakilan rakyat, dan media massa berada pada kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh mekanisme reccal, sementara partai politik tidak mempunyai otonomi internal. Media massa selalu dibayang-bayangi pencabutan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Sedangkan rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas sosial politik tanpa izin dari pemerintah. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan kontrol dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah yang sangat dominan. Praktek demokrasi pancasila pada masa ini tidak berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, bahkan cenderung ke arah otoriatianisme atau kediktatoran.

Warga keturunan Tionghoa adalah warga yang paling merasakan sisi negatif dari pelaksanaan demokrasi pancasila dalam pemerintahan Soekarno, dimana mereka dilarang berekspresi dengan bebas. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai dilarang, hari raya Imlek dilarang dirayakan, dan Bahasa Mandarin dilarang diucapkan atau disastrakan. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.

Bentuk-bentuk ketidak selarahan kehidupan bermasyarakat dan bernegara tersebut terjadi akibat kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga kontrol terhadap jalannya pemerintahan dan tidak berfungsinya check and balance, akibat terpolanya politik kompromistis dari elite politik. Demokrasi menjadi semu. DPR tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Terjadi kolusi, korupsi, dan nepotisme di segala bidang kehidupan, karena kekuasaan cenderung ke arah oligarki.

Indonesia yang dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis nasional. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan pembagunan yang dilakukan hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.

Semua itu akibat berawal dari kebijakan pemerintah akan pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1-1968) dan juga melalui pinjaman luar negeri (foreing loan) dan bantuan luar negeri (foreing aid). Mengakibatkan pula kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.

Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.

Hal ini mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, menghancurkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, etika politik, moral, hukum dasar-dasar demokrasi dan sendi-sendi keagamaan. Khususnya di bidang politik direspon oleh masyarakat melalui kelompok-kelompok penekan (pressure group) yang mengadakan berbagai macam unjuk rasa yang dipelopori oleh para pelajar, mahasiswa, dosen, dan praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demontrasi yang menyuarakan reformasi semakin kuat dan semakin meluas. Di tengah gejolak kemarahan massa, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

   VI.            Masa demokrasi reformasi
Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaandari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei1998. Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnyaadalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, denganpenyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidakdemokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertingginegara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yangmengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelasantara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
4. Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR –MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden sertaterbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yangdemokratis antara lain dkeluarkannya : Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
5. Keberhasilan Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemilihan umumsebanyak dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.Dimana pada tahun 1999sebagai presiden terpilih adalah Megawati Soekarno Putri dan pada tahun 2004adalah Susilo Bambang Yudhoyono.
6. Sistematika Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan padadasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasidilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar ataskerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang MahaEsa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalumemelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia.
7. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi telah banyakmemberi ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuklembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi danmengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapatmelaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karenadianggap menyimpang dari garis Reformasi. Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:o Mengutamakan musyawarah mufakato Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negarao Tidak memaksakan kehendak pada orang laino Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaano Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawaraho Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhuro Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8. o Penegakan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakato Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.o Penghormatan kepada beragam asas, ciri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partaio Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan.Hasil perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen :I. PembukaanII. Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
9. Sistem Pemerintahan Masa Reformasi (1998 – sekarang) Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitaskenegaraan sebagai berikut : Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multi partai Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang ditindaklanjuti dengan UU No 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi.
10.  Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara ,UUD 1945 di amandemen,pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya. Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD.
11. Akibat Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) Pada zaman reformasi ini pelaksanaan demokrasi mengalami suatupergeseran yang mencolok walaupun sistem demokrasi yang dipakai yaitudemokrasi pancasila tetapi sangatlah mencolok dominasi sistem liberalcontohnya aksi demonstrasi yang besar-besaran di seluru lapisan masyarakat. Memang pada zaman reformasi peranan presiden tidak mutlak danlahirnya sistem multi partai sehingga peranan partai cukup besar, akan tetapidalam melaksanakan pemungutan suara juga pernah menggunakan votingberarti peranan demokrasi pancasila belumlah terealisasi. Dengan melihat hal tersebut diatas maka kesimpulan daripadapelaksanaan demokrasi di Indonesia belum mencapai titik yang pasti danmasih belajar untuk memulai demokrasi pancasila yang sudah dilakukanselama 40 tahun sampai sekarang masih belum bisa dilaksanakan secara baikdan benar.

Bab 3
Penutup

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah tersebut adalah kita dapat mengetahui bagaimana sejarah terjadi atau terbentuknya demokrasi di Indonesia dengan menjabarkan tahapan tahapan sebelum terjadinya demokrasi era reformasi. Banyak sekali perubahan perubahan yang di alami bangsa Indonesia sebelum terjadinya era reformasi yang seperti sekarang ini seperti era periode UUD 1945, era periode konstitusi republic Indonesia dan lain sebagainya. Masyarakat Indonesia saat ini sudah lebih maju pola pikirnya atau sudah bisa dibilang masyarakat Indonesia sudah menjadi masyarakat yang demokrasi itu semua bisa di buktikan dengan keikut sertaan masyarakat Indonesia dalam membangun Negara ini seperti ikut serta dalam pemilian presiden dan lain lainnya.


3.2. Referensi

Buku Grafindo Media Pratama, Pendidikan kewarganegaraan SMA kelas XI
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar