

Nama : Alfian Maulana
Abdillah
NPM : 10211579
Kelas : 2 EA 27
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Budaya Politik Di Indonesia”.
Dalam penyusunannya,
penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak.
Meskipun penulis
berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu
ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Bekasi,
31 Mei 2013
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar…………………………………………………………………… i
Daftar
Isi……………………………………………………………………………. ii
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar
Belakang…………………………………………………………………………………………… 1
1.2.
Tujuan………………………………………………………………………………………………………. 1
1.3. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………………………… 2
Bab 2.
Pembahasan
2.1. Pengertian Elit Politik………………………………………………………………………..…. 3
2.2. Hubungan Antara Elit Politik
Dan Elit Masyarakat..…………..……………….…. 4
2.3. Kontribusi yang diberikan
kepada elit masyarakat……………...………….……. 5
2.4. Pengertian Budaya Politik
Indonesia………………..………………………..………… 5
2.5. Pengertian Budaya Politik Menurut
Para Ahli…….……….………………..…….. 6
2.6. Perkembangan Budaya Politik
Indonesia………………………………………….…. 7
2.7. Peran Serta Budaya Politik
Partisipan…………………………..……………………… 9
2.8. Tatanan Kehidupan Masyarakat
Politik……………………………………………… 10
Bab 3.
Penutup
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………. 13
3.3.
Referensi…………………………………………………………………………………………………. 13
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN
Elit Politik bisa kita artikan
sebagai orang-orang terbaik atau pilihan dalam suatu kelompok.Ada beberapa
pendapat yang menjelaskan tentang konsep elit politik tersebut, menurut
ilustrasi Niccolo Machiavelli menunjukan sejauh mana seorang elit politik
mempunyai taktik atau strategi yang tidak lepas dari yang namanya lawan politik
lainnya.
Disini bisa kita lihat bahwa elit
politik itu seperti para petinggi Negara.Biasanya orang-orang elit politik yang
berada dalam struktur kekuasaan dan elit masyarakat.Elit politik yang duduk
menjadi petinggi negara ini selalu menjalin komunikasi dengan elit masyarakat
untuk mendapatkan legitimasi dan memperkuat kedudukannya.
Dan para elit politik ini bisa
dibilang juga sebagai orang-orang pilihan yang dimana mereka mampu memimpin
massa. Jadi mereka itu adalah para orang-orang pilihan yang manjadi suatu
minoritas individu.
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap orang pasti ingin menjadi
elit.Tapi yang ingin saya bahas disini adalah elit politik yang tergabung pada
partai-partai politik. Ada yang memberi pendapat akan elit politik tersebut,
diantaranya adalah :
Roberto Pareto, mengemukakan
pandangannya mengenai elit politik yaitu :governing elite (elit yang
memerintah). Lebih lanjut Pareto mengemukakan bahwa yang termasuk kategori elit
yang memerintah antara lain adalah pimpinan suatu lembaga, organisasi, atau
pimpinan institusi Negara”
Jadi bisa kita lihat yang dimaksud
dari pendapat Pareto seperti Abdurrahman Wahid, Megawati, atau Akbar
Tanjung.Merekalah yang selalu menjadi sorotan publik.Jika kita lihat bangsa
kita saat ini bahwa banyak krisis ekonomi masyarakat yang sedang terjadi.Maka
seharusnya para elit politik ini lah yang seharusnya bisa mewakilkan rakyat
untuk bisa mengatasi masalah krisis yang sedang terjadi.
1.2. Tujuan
Untuk menjelaskan bagaimana budaya
politik yang berjalan di Indonesia supaya pembaca mengetahui asal usulnya
tentang budaya politik di Indonesia
1.3. Rumusan Masalah
·
Bagaimana
pengertian politik di Indonesia ?
·
Bagaimana
Pengertian Budaya Politik Menurut para Ahli ?
·
Bagaimana
Hubungan antara elit politik dengan elit masyarakat ?
BAB 2
ISI
2.1. Pengertian Elit Politik
Beberapa pendapat mengemukakan akan
pengertian dari elit politik, diantaranya :
·
Menurut
Laswell
Elit
politik mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik.Elit ini
terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem
politik dan kehidupan masyarakat.mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan
kehormatan.
·
Menurut
para teoritikus politik
Elit
politik adalah mereka yang memiliki jabatan politik dalam sistem
politik.Jabatan politik adalah status tertinggi yang diperoleh setiap warga
Negara.Dalam sistem politik apapun, setiap struktur politik atau struktur
kekuasaan selalu ditempati oleh elit yang disebut elit politik atau elit
penguasa.
·
Menurut
Mills
Bahwa
elit adalah mereka yang menduduki posisi komando pada pranata-pranata utama
dalam masyarakat.Dengan kedudukan tersebut para elit mengambil keputusan yang
membawa akibat yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
·
Menurut
Gaetano Mosca
Dalam
setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk, satu kelas yang menguasai dan
satu kelas yang dikuasai.Kelas penguasa jumlahnya selalu lebih kecil,
menjalankan semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan
yang diberikan oleh kekuasaan itu.Sedangkan kelas yang kedua jumlahnya lebih
besar dan dikendalikan oleh penguasa.
Elit
Politik merupakan kelompok kecil dari warga negara yang berkuasa dalam sistem
politik.Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamiskan struktur
dan fungsi sebuah sistem politik.Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas
untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik.Secara
operasional para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan
dalam sistem politik.Penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit
politik.
Jadi
bisa lihat dari beberapa pendapat di atas dan kita simpulkan bahwa pengertian
dari elit politik merupakan para orang-orang pilihan yang berkuasa, mempunyai
kedudukan tinggi dalam struktur warga negara.Mereka mengemban tugas mewakilkan
rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Mereka juga adalah yang mengelola
negara langsung dalam situasi apapun.Dalam keadaan krisis maupun keadaan yang
sejahtera.Karena melalui merekalah semua bisa terlaksana dengan baik jika
didukung juga oleh kinerja mereka yang baik pula.Sehinga bisa menciptakan
keadaan masyarakat yang adil, tenteram dan makmur.Sesuai isi Pancasila nomor 2
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
2.2. Hubungan antara elit politik dan
elit masyarakat.
Hubungan yang terjalin terhadap sang
elit politik/penguasa dan elit masyarakat bisa terjalin dengan baik apabila
antara keduanya bisa saling kerja sama. Elit penguasa dalah kelompok kecil yang
dapat menentukan arah kehidupan suatu Negara.Sedangkan elit masyarakat adalah
elit yang dapat mempengaruhi lingkungan masyarakat yang dalam mendukung atau
menolak kebijakan elit penguasa.Oleh karena itu, para elit penguasa memiliki
kepentingan untuk menjalin komunikasi dengan elit masyarakat dalam mewujudkan
kehidupan yang ideal.
Dalam keadaan budaya politik antara
elit politik dan elit masyarakat ini mereka memang harus saling mengisi. Budaya
politik bisa dibilang suatu keadaan politik yang memang diatasi bersama-
samaantara elit politik dan elit masyarakat. Mereka memang harus ada
keterjalinan kerja sama dalam mengelola pemerintahan negeri ini. Mengatasi
masalah isu-isu politik dan emosional terhadap massa.
Para elit politik dan elit masyarakat
memang dalam tipe yang sama. Karena tanpa elit masyarakat, elit politik pun
tidak akan bisa menjalankan tugasnya dengan maksimal. Jika para elit politik
tidak mencari informasi terhadap kejadian keadaan masyarakat saat ini, mereka
akan telat dalam membantu mengatasi masalah yang ada dalam masyarakat.
Maka dari itu, mau tidak mau para
elit politik harus selalu aktif dalam menjalin komunikasi terhadap elit
masyarakat.Dari mereka lah pekerjaan elit politik bisa berjalan karena sesuai
dengan fakta yang ada ataupun yang sedang terjadi.
Contoh dalam pemilu, para elit
politik membutuhkan suara masyarakat yang mendukungnya.Lalu dalam memutuskan
suatu kebijakan, para elit politik juga membutuhkan responsive dari masyarakat
agar kinerjanya bisa berjalan dengan lancar.Yang pastinya yang paling penting
adalah konsistensi dalam kinerjanya.
Karena para elit politik itu
sebenarnya mempunyai kesempatan besar dalam menyampaikan impian ataupun aspirasi
rakyatnya.Tapi sayangnya kebanyakan dari mereka lebih mementingkan kepentingan
peribadi pada saat menjadi elit politik, sehingga mereka tidak seutuhnya
berjalan sesuai filsafah suatu bangsa.Padahal mereka dijadikan sebagai
komunikator utama yang mengendalikan keadaan rakyatnya dengan baik.
Terkadang oknum-oknum para elit
politik menjadi provokator terhadap rakyatnya untuk menyampaikan suatu protes
atas ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan negara yang telah ditetapkan. Ada
juga oknum yang terbuai akan harta yang dimilikinya, seperti jabatan sehingga
mereka lupa akan apa yang harus mereka lakukan untuk kepentingan rakyat.Karena
tidak semua elit politik paham betul bagaimana menjalankan tugas dalam posisi
yang mereka duduki sekarang.
2.3. Kontribusi yang diberikan para elit politik kepada elit masyarakat.
Sebenarnya peluang yang dimiliki para
elit politik itu sangat besar.Mengingat mereka adalah para orang-orang terpilih
yang menduduki kedudukan tinggi pada warga negara.Mereka mempunyai andil besar
dalam mengelola atau mengendalikan keadaan masyarakat secara
langsung.kesempatan besar pun tidak diragukan lagi untuk mengelola
pemerintahan.
Mereka juga komunikator utama dalam
struktur warga negara.Sehingga kontribusi yang mereka lakukan juga harus lebih
besar.Bukan hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Kontribusi yang mereka lakukan
seharusnya bisa menguntungkan rakyat.Rakyat menyampaikan aspirasi atau pendapat
memang tidak dapat langsung kepada lembaga tinggi.Dan merekalah para elit
politik yang menyampaikan secara langsung kepada lembaga tinggi negara.Apabila
ada kebijakan yang memberatkan masyarakat maka para elit politk juga lah yang
menyampaikan keberatan atas kebijakan yang di ambil oleh para petinggi negara
lainnya.
Apabila para elit politik ini mengabaikan
tugas yang diemban, maka keadaan negara yang apabila sedang tidak stabil bisa
terlalaikan juga.Dan ini bisa kita lihat bahwa para elit politk yang seperti
itu sebagai tingkah laku yang menunjukan rendahnya rasa tanggung jawab.
Dan apabila ada oknum elit politik
yang suka membuat konflik antar warga negara atau antar elit politik
diakarenakan emosi yang tidak terkendali, ini bisa memberikan pengaruh besar
terhadap masyarakat.Karena lagi-lagi masyarakat yang menjadi korbannya.
Tindakan kepekaan akan adanya kemungkinan-kemungkinan solusi yang ditunjukan
dengan sikap frustasi dan marah menunjukan rendahnya alkimia emosi elit politik
kita.
Coba kita ingat kembali George
Washington yang berhasil dalam setiap usahanya ternyata karena kemampuannya
mengelola anergi emosi, khususnya sifat pemarah dan mudah naik darahnya.Dia
menunjukan dengan meminta maaf kepada siapa saja yang terkena akibatnya, dan
mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki ketidakenakan yang telah
diperbuatnya.
Ternyata tindakan minta maaf atau
memperbaiki ketidakenakan yang telah diperbuat tidak terlihat oleh para elit
politik kita.Apalagi untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang telah mereka
perbuat. Dan bisa disimpulkan bahwa para elit politik kita masih rendah akan EQ
yang dimilikinya.
2.4. Pengertian BPI
Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa sansekerta yaitu buddhayah,yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang
berarti akal atau budi, sehingga kebudayaan dapat diartikan semua hal yang
bersangkutan dengan hal. Budaya dapat di definisikan secara sempit dan secara
luas. Definisi secara sempit mencangkup kesenian dengan semua cabang-cabangnya
dan secara luas mencangkup semua aspek kehidupan manusia.
Sebagian ahli berpendapat bahwa
kebudayaan adalah perkembangan dari kta majemuk budi daya yang berupa
cipta,rasa, dan karsa.kebudayaan merupakan hasil dari kehidupan bersama manusia
maka kebudayaan itu tidak sama antara satu lingkungan masyarakat dengan
lingkungan mayarakat yang lainnya. Karena masyarakat berkembang maka kebudayaan
manusia juga berubah-ubah sesuai dinamika kehidupan masyarakat. Manusia dalam
suatu kelompok untuk menciptakan kehidupan yang tujuan akhirnya memberikan
kesejahteraan dan kebahagiaan kepada siapa anggota kelompok yang bersangkutan.
Beberapa aspek yang perlu di perhatikan dalam budaya ini ialah beberapa aspek
seperti aspek material san aspek nonmaterial.
2.5. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
Terdapat banyak sarjana ilmu politik
yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep
tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih
jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga
tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan
pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.
·
Rusadi
Sumintapura
Budaya
politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap
kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
·
Sidney
Verba
Budaya
politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan
nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
·
Alan
R. Ball
Budaya
politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu
politik.
·
Austin
Ranney
Budaya
politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan
yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap
objek-objek politik.
·
Gabriel
A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya
politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi
seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu dari populasi.
Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik
beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
1) bahwa konsep budaya politik lebih
mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih
menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan
kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya
politik adalah dimensi psikologis dari
sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya
sebuah sistem politik.
2) hal-hal yang diorientasikan dalam
budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik
maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang
diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang
terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik.
Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan
melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik,
fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal
orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif,
eksekutif dan sebagainya.
3) budaya politik merupakan deskripsi
konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran
masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara
atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik
merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran
besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
2.6. PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK
INDONESIA
Sikap &
tingkah laku politik seseorang menjadi suatu obyek penanda gejala-gejala
politik yang akan terjadi pada orang tersebut dan orang-orang yang berada di
bawah politiknya. Contohnya ialah jikalau seseorang telah terbiasa dengan sikap
dan tingkah laku politik yang hanya tahu menerima, menurut atau memberi
perintah tanpa mempersoalkan atau memberi kesempatan buat mempertanyakan apa
yang terkandung dalan perintah itu. Dapat diperkirakan orang itu akan merasa
aneh, canggung atau frustasi bilamana ia berada dalam lingkungan masyarakatnya
yang kritis, yang sering, kalaulah tidak selalu, mempertanyakan sesuatu
keputusan atau kebijaksanaan politik.
Golongan
elit yang strategis seperti para pemegang kekuasaan biasanya menjadi objek
pengamatan tingkah laku ini, sebab peranan mereka biasanya amat menentukan
walau tindakan politik mereka tidak selalu sejurus dengan iklim politik
lingkungannya. Golongan elit strategis biasanya secara sadar memakai cara-cara
yang tidak demokratis guna menyearahkan masyarakatnya untuk menuju tujuan yang
dianut oleh golongan ini. Kemerosotan demokratisasi biasanya terjadi disini, walaupun
mungkin terjadi kemajuan pada beberapa bidang seperti bidang ekonomi dan yang
lainnya.
Kebudayaan
politik Indonesia pada dasarnya bersumber pada pola sikap dan tingkah laku
politik yang majemuk. Namun dari sinilah masalah-masalah biasanya bersumber.
Mengapa? Dikarenakan oleh karena golongan elite yang mempunyai rasa idealisme
yang tinggi. Akan tetapi kadar idealisme yang tinggi itu sering tidak dilandasi
oleh pengetahuan yang mantap tentang realita hidup masyarakat. Sedangkan
masyarakat yang hidup di dalam realita ini terbentur oleh tembok kenyataan
hidup yang berbeda dengan idealisme yang diterapkan oleh golongan elit
tersebut. Contohnya, seorang kepala pemerintahan yang mencanangkan program
wajib belajar 9 tahun demi meningkatkan mutu pendidikan, namun pada aplikasinya
banyak anak-anak yang pada jenjang pendidikan dasar putus sekolah dengan
berbagai alasan, seperti tidak memiliki biaya. Hal ini berarti idealisme itu
tidak diimplikasikan secara riil dan materiil ke dalam masyarakat yang terlibat
dibawah politiknya.
Idealisme
diakui memanglah penting. Tetapi bersikap berlebihan atas idealisme itu akan
menciptakan suatu ideologi yang sempit yang biasanya akan menciptakan suatu
sikap dan tingkahlaku politik yang egois dan mau menang sendiri. Demokrasi biasanya
mampu menjadi jalan penengah bagi atas polemik ini.
Indonesia
sendiri mulai menganut sistem demokrasi ini sejak awal kemerdeka-annya yang
dicetuskan di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi dianggap
merupakan sistem yang cocok di Indonesia karena kemajemukan masyarakat di
Indonesia. Oleh karena itu Demokrasi yang dilakukan dengan musyawarah mufakat
berusaha untuk mencapai obyektifitas dalam berbagai bidang yang secara khusus
adalah politik. Kondisi obyektif tersebut berperan untuk menciptakan iklim
pemerintahan yang kondusif di Indonesia. Walaupun demikian, perilaku politik
manusia di Indonesia masih memiliki corak-corak yang menjadikannya sulit untuk
menerapkan Demokrasi yang murni.
Corak
pertama terdapat pada golongan elite strategis, yakni kecenderungan untuk
memaksakan subyektifisme mereka agar menjadi obyektifisme, sikap seperti ini
biasanya melahirkan sikap mental yang otoriter/totaliter. Corak kedua terdapat
pada anggota masyarakat biasa, corak ini bersifat emosional-primordial. Kedua
cirak ini tersintesa sehingga menciptakan suasana politik yang
otoriter/totaliter.
Sejauh ini
kita sudah mengetahui adanya perbedaan atau kesenjangan antara corak-corak
sikap dan tingkah laku politik yang tampak berlaku dalam masyarakat dengan corak
sikap dan tingkahlaku politik yang dikehendaki oleh Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Kita tahu bahwa manusia Indonesia sekarang ini masih belum
mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan tingkah lakunya
sehari-hari. Kenyataan tersebutlah yang hendak kita rubah dengan nilai-nilai
idealisme pancasila, untuk mencapai manusia yang paling tidak mendekati
kesempurnaan dalam konteks Pancasila.
Esensi
manusia ideal tersebut harus dikaitkan pada konsep “dinamika dalam kestabilan”.
Arti kata dinamik disini berarti berkembang untuk menjadi lebih baik. Misalkan
kepada suatu generasi diwariskan suatu undang-undang, diharapkan dengan
dinamika yang ada dalam masyarakat tersebut dapat menjadikan Undang-Undang
tersebut bersifat luwes dan fleksibel, sehingga tanpa menghilangkan nilai-nilai
esensi yang ada, generasi tersebut terus berkembang. Dinamika dan kemerdekaan
berpikir tersebut diharapkan mampu untuk memperkokoh persatuan dan memupuk
pertumbuhan.
Yang
menjadi persoalan kini ialah bagaimana dapat menjadikan individu-individu yang
berada di masyarakat Indonesia untuk mempunyai ciri “dinamika dalam kestabilan”
yakni menjadi manusia yang ideal yang diinginkan oleh Pancasila. Maka disini
diperlukanlah suatu proses yang dinamakan sosialisasi, sosialisasi Pancasila.
Sosalisasi ini jikalau berjalan progressif dan berhasil maka kita akan
meimplikasikan nilai-nilai Pancasila kedalam berbagai bidang kehidupan. Dari
penanaman-penanaman nilai ini akan melahirkan kebudayaan-kebudayaan yang
berideologikan Pancasila. Proses kelahiran ini akan memakan waktu yang cukup
lama, jadi kita tidak bisa mengharapkan hasil yang instant terjadinya
pembudayaan.
Dua faktor
yang memungkinkan keberhasilan proses pembudayaan nilai-nilai dalam diri
seseorang yaitu sampai nilai-nilai itu berhasil tertanam di dalam dirinya
dengan baik. Kedua faktor itu adalah:
·
Emosional
psikologis, faktor yang berasal dari hatinya
·
Rasio,
faktor yang berasal dari otaknya
Jikalau
kedua faktor tersebut dalam diri seseorang kompatibel dengan nilai-nilai
Pancasila maka pada saat itu terjadilah pembudayaan Pancasila itu dengan
sendirinya.
Tentu saja
tidak hanya kedua faktor tersebut. Segi lain pula yang patut diperhaikan dalam
proses pembudayaan adalah masalah waktu. Pembudayaan tidak berlangsung secara
instan dalam diri seseorang namun melalui suatu proses yang tentunya
membutuhkan tahapan-tahapan yang adalah
pengenalan-pemahaman-penilaian-penghayatan-pengamalan. Faktor kronologis ini
berlangsung berbeda untuk setiap kelompok usia.
Melepaskan
kebiasaan yang telah menjadi kebudayaan yang lama merupakan suatu hal yang
berat, namun hal tersebutlah yang diperlukan oleh bangsa Indonesia. Sekarang ini bangsa kita memerlukan suatu
transformasi budaya sehingga membentuk budaya yang memberikan ciri Ideal kepada
setiap Individu yakni berciri seperti manusia yang lebih Pancasilais.
Transformasi iu memerlukan tahapan-tahapan pemahaman dan penghayatan yang
mendalam yang terkandung di dalam nilai-nilai yang menuntut perubahan atau
pembaharuan. Keberhasilan atau kegagalan pembudayaan dan beserta segala
prosesnya akan menentukan jalannya perkembangan politik yang ditempuh oleh
bangsa Indonesia di masa depan.
2.7. PERAN SERTA BUDAYA POLITIK
PARTISIPAN
·
Komunikasi
Politik
Komunikasi
politik merupakan suatu hubungan timbal balik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dimana rakyat merupakan sumber aspirasi dan sumber
pimpinan nasional. Komunikasi politik secara vertical maupun horizontal baik
didalam suprastruktur maupun infrastruktur dimaksudkan untuk mewujudkan adanya
pengertian-pengertian politik yang dapat diterima oleh semua pihak untuk
terwujudnya tujuan politik. Adapun tujuan politik tidak dapat dilepaskan dari tujuan
partai politik dan tujuan partai politik juga seharudnya adalah sama dengan
tujuan politik yang termaktub dalam UUD Negara.
Tujuan
politik yang sama antara partai politik denga tujuan Negara diharakan tidak
akan terjadi kompetisi politik yang tidak sehat antar partai politik, mengingat
tiap partai politik akan mempunyai disiplin politik, disiplin social, dan
disiplin nasional. Setiap kegiatan partai politik tidak akan mengorbankan
kepentingan-kepentingan nasional, ideology, dan Negara.
·
Partisipasi
Politik
Demokrasi
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan budaya politik. Budaya politik di
Indonesia pada hakikatnya telah melekat dalam system politik yang berlaku di
Indonesia. Pada norma-norma, nilai-nilai serta ketentuan yang ada di Negara
kita budaya politik selalu terkait dengan system politik yang berlaku yaitu
demokrasi pancasila.
Peran
serta masyarakat dalam budaya politik partisipan dapat diwujudkan melalui
tindakan-tindakan berikut :
Kemampuan berpartisipasiØ aktif dalam
kehidupan politik dengan menggunakan hak poltitk dalam pemilu.
ü Mengetahui hak dan kewajibannya
sebagai warga Negara.
ü Memiliki toleransi yang tinggi
terhadap perbedaan pendapat
ü Berjiwa besar menerima kelebihan
orang lain dan berlapang dada menerima kekalahan.
ü Mengutamakan musyawarah yang
menyangkut kepentingan bersama.
ü Menyampaikan hak demokrasinya
sebagaimana diatur dalam UU.
ü Kemampuan berpartisipasi terhadap
kegiatan dilingkungan
2.8. TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
POLITIK
Dalam perkembangannya kehidupan masyarakat selalu mengalmi perubahan-perubahan baik positif amupun negative. Hal ini disebabkan manusia sebagai anggota dari masyarakat selalu berkembang secara dinamis yang memungkinkan terciptanya suatu kondisi tertentu yang diinginkan. Dalam upaya mencapai kondisi itu, tidak jarang diliputi suasana-suasana konflik.
Dalam perkembangannya kehidupan masyarakat selalu mengalmi perubahan-perubahan baik positif amupun negative. Hal ini disebabkan manusia sebagai anggota dari masyarakat selalu berkembang secara dinamis yang memungkinkan terciptanya suatu kondisi tertentu yang diinginkan. Dalam upaya mencapai kondisi itu, tidak jarang diliputi suasana-suasana konflik.
Manusia
hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonistis dan penuh
pertentangan. Konflik-konflik ideologis berbagai golongan di masyarakat
Indonesia khususnya, telah menjadi sebab timbulnya kesulitan-kesulitan untuk
mengembangkan aturan permainan (rules of the game). Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila konflik-konflik ideologis tersebut tumbuh berdampingan
dengan timbulnya konflik-konflik yang bersifat politis akibat
pertentangan-pertentangan didalam pembagian status, kekuasaan, dan
sumber-sumber ekonomi yang terbatas dalam masyarakat.
Ada
beberapa indikasi yang biasa dipakai oleh para ahli ilmu-ilmu social untuk
menilai intensitas pertentangan-pertentangan politik dalam suatu masyarakat.
·
Demonstrasi,
yaitu kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah orang yang dengan tidak menggunakan
kekerasan untuk melakukan protes terhadap suatu rezim, pemerintah, pejabat
pemerintah, ideology, kebijaksanaan yang sedang dilaksanakan atau bahkan baru
direncanakan. Misalnya, demo menolak kenaikan harga BBM, demo menuntut
pengusutan kasusu-kasu hak asasi manusia, dan lain sebagainya.
·
Kerusuhan,
kerusuhan dalah pada dasarnya sama dengan demonstrasi. Bedanya, kerusuhan
menggunkan kekerasan secara fisik yang biasanya diikitu pengrusakan
barang-barang, pemukulan atau bahkan pembunuhan. Cirri lain yang membedakan
kerusuhan dari demonstarsi adalah kenyataan bahwa kerusuhan terutama ditandai
oleh spontanitas sebagai akibat dari suatu insiden dan perilaku kelompok yang
kacau. Misalnya, kerusuhan Mei 1998, kerusuhan 27 Juli 1996, atau peristiwa 27
Juili, kerusuhan Poso, dan sebagainya.
·
Serangan
bersenjata, (armed attack), yakni suatu tindakan kekerasan yang dilakukan untuk
kepentingan suatu kelompok tertentu dengan maksud melemahkan atau bahkan
menghancurkan kekuasaan daari kelompok lain. Misalnya, konflik yang terjadi di
Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai akibat dari upaya Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) yang ingin melepaskan diri dari pangkuan NKRI.
·
Banyaknya
jumlah kematian sebagai akibat dari kekerasan politik, misalnya penculikan dan
pembunuhan dengan motif politik dan sebagainya.
Suatu
integrasi nasional yang tangguh hanya akan berkembang diatas consensus nasional
mengenai batas-batas suatu masyarakt politik dan system politik yang berlaku
bagi seluruh masyarakat tersebut. Pertama, merupakan kesadaran dari sejumlah
orang bahwa mereka bersama-sama merupakan warga dari suatu bangsa yang
membedakan apakah seseorang termasuk sebagai warga dari suatu bangsa atau
tidak. Kedua, merupakan consensus nasional mengetahui bagaimana suatu kehidupan
bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan. Suatu consensus
nasional mengenai “sisitem nilai” yang akan mendasari hubungan-hubungan social
diantara para anggota suatu masyarakat bangsa.
Ada
beberapa factor yang mempengaruhi tingkat ketahanan nasional di bidang politik,
yaitu factor umum dan khusus. Factor umum merupakan factor yang mempengaruhi
terciptanya ketahanan nasional dibidang ideology, ekonomi, social budaya, dan
pertahanan keamanan. Sedangkan factor khusus yang menentukan tingkat ketahanan
nasional di bidang politik, meluputi sebagai berikut :
ü Adanya ideology nasional yang dapat
mewujudkan suatu realitas politik dan memiliki fleksibilitas yang dapat
menyesuaikan dan mengisi kebutuhan dan tuntutan zaman. Ideology nasional harus
benar-benar dimengerti, dipahami, diyakini, dihayati, dan diamalkan serta
diamankan oleh seganap lapisan masyarakat.
ü Adanya pimpinan nasional yang kuat
dan berwibawa, mampu mengisi aspirasi dan cita-cita rakyat, serta mendapatkan
kepercayaan dan dukungan dari rakyat.
ü Adanya pemerintahan yang bersih,
efektif, dan efisien, mampu menyelenggarakan pemerintahan yang demoratis.
Selain itu, mampu menyelenggarakan pembangunan dalam meningkatkan taraf hidup
rakyat dan mampu melindungi seluruh tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia
sehingga tercipta suasana dan perasaan aman, bebas dari bahaya dan ketakutan.
ü Adanya masyarakat yang mempunyai
kesadaran politik, disiplin nasional, dan dinamika social yang tinggi sehingga
tumbuh motivasi dan aktivitas konstruktif yang membangkitkan partisipasi aktif
dalam pembangunan nasional.
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas terlihat jelas bahwa kebanyakan para elit politk lebih
memihak kelompok politiknya yang hanya segelintir daripada kepentiangan
masyarakat atau orang banyak.Dan mereka lah yang diharapkan masyarakat untuk
menyampaikan aspirasi mereka.
Komunikasi
memanglah penting demi terjalinnya hubungan antara elit politik dan elit
masyarakat.Karena dari komunikasi tersebutlah tugas yang di emban para elit
politik bisa terlaksana dengan maksimal.Memang kecerdasan EQ sangatlah penting
demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.Dimana mereka bisa
mengendalikan emosi ketika ada ketidakpuasan terhadap yang mereka anggap kurang
menguntungkan.
Melihat
keadaan seperti itu saya berharap semoga apa yang dilakukan para elit politik
memang berdasarkan demi kepentingan rakyat. Dimana mereka bisa mewujudkan
keadaan rakyat yang sejahtera.Mereka juga tidak salah langkah dalam menjalankan
tugasnya sebagai elit politik.Bukan melaksanakan suatu pekerjaan karena
dilandaskan oleh materi.
1. Budaya politik merupakan perilaku
suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, peneyelenggaraan administrasi
negara.
2. Tipe-tipe budaya politik yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia ada 3 macam, yaitu budaya politik
parokial, budaya politik kaulka, dan budaya politik partisipan.
3. Budaya politik partisipan perlu di
sosialisasikan kepada segenap rakyat agar dapat berperan serta secara aktif.
4. Sebagai bangsa yang berdaulat,
kemampuan menjaga dan melindungi seluruh wilayah Negara dari berbagai ancaman
dan gangguan baik berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, tidak
dapat dihindari lagi. Pertahanan dan keamanan Negara republic Indonesia silaksanakan
dengan menyusun, mengerahkan, menggerakkan serta seluruh potensi nasional,
termasuk kekuatan masyarakat diseluruh bidang kehidupan nasional secara
terintegrasi dan terkoordinasi.
3.2.
REFERENSI
DAFTAR
PUSTAKA
Parikh,
J.D. The New Frontier of Management (1994).
http://aceh.tribunnews.com/2012/11/24/elite-politik
Budiyanto,
Drs. MM. Pendidikan Kewarganegaraan:Budaya Politik di Indonesia(2006).
Varma,
S.P. Modern Political Theory(1967).
http://aahifis29.blogspot.com/definisi
elit politik